Gambar Mewarnai Pemandangan Alam

Halaman unduh untuk gambar mewarnai Gambar Mewarnai Pemandangan Alam. Klik tombol di atas untuk mengunduh gambar dalam format PDF berkualitas tinggi, siap untuk dicetak dan diwarnai.
Gambar Mewarnai Terkait
Dongeng Terkait dari Blog
Gogo Si Anjing yang Ingin Jadi Serigala - Dongeng
Pada zaman dahulu, di sebuah padang rumput luas yang dikelilingi hutan lebat, hiduplah seekor anjing gembala bernama Gogo. Ia punya bulu cokelat keemasan, gigi tajam, dan hidung yang sangat peka. Tugasnya setiap hari adalah menjaga kawanan domba milik Pak Tani, menggonggong bila ada bahaya, dan mengusir penyusup. Meski semua hewan memuji kesetiaannya, Gogo diam-diam merasa minder. “Aku cuma anjing rumahan… Lihat tuh Serigala! Bebas! Liar! Gahar! Sering jadi tokoh utama di film-film hutan!” Ya, Gogo sangat iri pada Waru, seekor serigala abu-abu yang tinggal di hutan. Waru sering lewat di kejauhan, gagah dan penuh wibawa. Gogo sampai latihan menggonggong pakai suara rendah, lalu berjalan pelan-pelan dengan gaya galak. Tapi hasilnya… malah kayak masuk angin. Suatu malam, Gogo nekat menyelinap ke hutan untuk mencari Waru. “Aku mau belajar jadi serigala! Ajari aku!” seru Gogo sambil menunduk penuh harap. Waru tertawa kecil, lalu duduk santai di atas batu. “Lucu kamu. Aku justru ingin jadi kayak kamu.” Gogo melongo. “Apa?! Kamu kan keren banget!” Waru menjawab, “Iya sih, keren di luar. Tapi aku gak punya tempat tetap. Makanan harus dicari susah payah. Kalau sakit, gak ada yang rawat. Sementara kamu? Kamu punya tempat tidur, teman domba yang percaya, dan manusia yang kasih makan...
Baca Dongeng...Rere si Rayap Tukang Runtuh, Penyelamat yang Tersembunyi - Dongeng
Rere si rayap selalu bekerja keras dengan gigi-giginya yang kecil tapi kuat. Ia dikenal sebagai “perusak pohon” oleh warga hutan. “Itu dia! Si rayap pemakan rumah!” “Jauh-jauh deh, nanti pohon rubuh!” “Kalau lihat dia, panggil pelatuk darurat!” Padahal Rere tak pernah makan rumah siapa pun. Ia cuma menyantap pohon-pohon mati yang diam-diam membusuk dari dalam. Suatu hari, Rere melihat Pak Beringin, pohon tua yang berdiri gagah di tebing. Tapi Rere tahu: dalam batang Pak Beringin sudah keropos. “Kalau ini tumbang pas angin besar, bisa bikin longsor... bisa bahaya,” pikir Rere. Tapi begitu dia mencoba menggigiti bagian dalam, semua hewan berteriak: “HENTIKAN! Itu pohon sejarah!” “Jangan ganggu Pak Beringin!” “Panggil Pilo si Pelatuk! Cepat!” Maka muncullah Pilo, burung pelatuk yang merasa dirinya “dokter kayu profesional.” “Hemat tenaga, Rere. Aku yang ahli soal pohon.” Pilo mengetuk-ngetuk batangnya dengan paruh. “Hmm... masih kokoh!” katanya percaya diri. Padahal, Pak Beringin diam-diam bergumam, “Uhuk... dalamku udah kayak wafer bolong...” Angin Kencang Datang! Malam harinya, angin topan menyerbu dari arah timur. Pohon-pohon menjerit, daun terbang ke mana-mana, burung-burung masuk sarang sambil baca buku doa. Tiba-tiba—CRACKKK!! Pak Beringin nyaris tumbang ke arah jurang... dan berpotensi menyeret tanah serta pohon lain bersamanya. Tapi... anehnya, akar-akar Pak Beringin...
Baca Dongeng...Bakso Hambar, Hati yang Bersyukur - Cerita Anak
Suatu sore yang mendung, aku mendengar suara motor berhenti di depan rumah. “Kayaknya Ayah pulang!” seruku sambil lari ke depan. Benar saja. Ayah turun dari motor sambil membawa kantong plastik besar. “Ayah bawa apa, yah?” tanyaku penasaran. “Coba tebak dari baunya,” kata Ayah sambil menyodorkan plastik. Aku mencium aromanya. “Baksoooo!” teriakku senang. Ibu keluar dari dapur sambil tersenyum. Adikku, Raka, langsung melompat-lompat. “Yay! Bakso! Aku mau tiga pentol!” Kami berkumpul di meja makan. Bakso memang makanan favorit kami sekeluarga. Tapi, saat aku menyeruput kuahnya… aku langsung berhenti. “Lho, kok hambar? Rasanya aneh...” gumamku. Aku coba satu pentol. Lumayan. Bulat dan kenyal. Tapi karena kuahnya hambar, rasanya jadi… yaa, kurang. “Kenapa baksonya nggak enak?” kataku dengan suara keras. Ibu menoleh. “Rini, makan dulu baru komentar,” katanya tenang tapi tegas. Ayah cuma tersenyum kecil sambil menuangkan kuah ke mangkuk Raka. Aku nyeruput lagi. Tetap sama. Hambar. “Tapi beneran deh, baksonya nggak enak,” kataku lagi. Ibu meletakkan sendok. “Nak, bakso itu Ayah belikan dari rezeki yang Allah beri. Mungkin menurutmu rasanya kurang, tapi di luar sana banyak anak yang cuma bisa mimpi makan bakso. Coba pikirkan itu.” Aku terdiam. Rasanya seperti ditegur langsung oleh hati sendiri. Ayah mengangguk setuju. “Benar kata Ibu....
Baca Dongeng...